Penamaan/Nomenklatur Desa Peguyangan berdasarkan adat istiadat secara turun temurun sejak zaman kerajaan mataram berasal dari kata ”Paguyangan” yang diambilkan dari sejarah desa sebagai berikut ;
Sebelumnya Desa Peguyangan disekitarnya banyak desa-desa kecil yaang lokasinya berjauhan antara lain : 1. Desa Pejangkungan, 2. Desa Gembyang, 3. Desa Lenggerong, 4. Desa Duwet, dan 5. Desa Gerot.
Pada suatu hari desa tersebut dikunjungi oleh seorang laki-laki separuh baya mengaku bernama Darmawi lurah Desa Surajaya-Silarang yang bertujuan untuk menemui sesepuh dan warga desa-desa tersebut guna menyampaikan informasi tentang dirinya bahwa beliau sudah pernah menghadap penguasa kehutanan di Bandung dan Keraton Solo mengajukan rekes mohon ijin mbubak hutan untuk mendirikan desa baru guna memindahkan desa-desa kecil itu supaya jadi satu di desa yang baru nanti dan menjelaskan bahwa ijin rekesnya sudah dikobulkan dan Pak Darmawi langsung menanyakan kepada para sesepuh dan wara kelima desa tersebut. Sekiranya mau dipindahkan atau bagaimana kalau mau mari bersama-sama penebangan/pembubakan segera agar dimulai. Jawabnya yang empat desa setuju dan yang satu desa menolak yaitu sesepuh dan warga Desa Lenggerong.
Selanjutnya dalam waktu singkat penebangan pohon-pohon dimulai. Begitu kegiatan berjalan belum lama ternyata banyak dijumpai kerbau-kerbau liar dan buas yang bermukim dilokasi hutan tersebut yan dipandegani oleh Si Ratu Kerbau yaitu Kerbau Dungkul. Dengan keadaan yang tidak menguntungkan tersebut Pak Darmawi segera mencari/Nguyang orang untuk mempercepat proses penebangan/pembubakan, akhirnya dalam waktu singkat berhasil mempersiapkan lokasi untuk mendirikan desa baru.
Pada tahun 1898, warga dari keempat desa bersama-sama dengan warga uyangan bersama-sama gotong royong pindah untuk bermukim menjadi satu di desa baru yang penuh harapan dan disebelah timurnya desa, ada sungai kecil yang membentang dari selatan ke utara yang bermuara di Sungai Waluh.
Desanya diberi nama Desa Penguyangan karena mayoritas penduduknya dari hasil nguyang dan sungainya dinamakan sungai buangan karena untuk tempat pembuangan limbah dari desa dan untuk mengalirkan luapan air dari persawahan.
Dengan keadaan yang aman dan normal sayang tidak bertahan lama karena terjadi tragedi yang sangat meresahkan sebab telah masuk keerbau -kerbau liar dan buas yang dipimpin oleh si ratunya yang bernama Kerbau Dungkul merusak tanaman pertanian di areal persawahan maupun ladang-ladang penduduk. Datanglah seorang yang fisiknya tidak normal, karena tidak bisa berjalan terkenal dengan julukan Mbah Tekor yang bernama Mbah Sakyan mengatasi kejadian tersebut dan berhasil membuat kerbau-kerbau tersebut tunduk, sehingga menjadikan kerbau-kerbau tersebut menjadi bersahabat.
Tiap-tiap kepala keluarga memelihara kerbau untuk keperluan pertanian maupun ternak. Karena banyaknya warga yang memelihara kerbau maka perlu tempat untuk memandikan (ngguyang) kerbau-kerbau tersebut maka masyarakat bergotongroyong membersihkan kotoran sampah-sampah yang ada di sungai buangan dibuang ditempat yang sudah ditentukan.
Jadi kata Peguyangan memiliki arti sebagai berikut, berasal dari kata GUYANG berarti Mandi ditambah akhiran AN berarti Tempat Mandi bila ditambah awalan PA berarti Tempat Berdomisili, sehinga kata PAGUYANGAN mengandung dua makna yaitu :
- Sebagai tempat berdomisilinya warga penduduk.
- Sebagai tempat mandinya kerbau-kerbau.
Dari zaman penjajahan Belanda sampai sekarang nama Peguyangan tetap dilestarikan. Namun secara formal nama Peguyangan belum diketahui dibakukan dalam bentuk peraturan perundang-undangan misalnya peraturan daerah, walaupun demikian nama Desa Peguyangan telah diakui secara administratif sebagai salah satu nama desa dari 211 desa yang ada di Kabupaten Pemalang, Desa Peguyangan terus berkembang dengan Kepala Desa sebagai berikut :
No | Nama | Masa Jabatan | Alamat | Keterangan |
1 | RAKIMAN | 1823-1873 | Peguyangan | Lurah I |
2 | RASWAN | 1873-1876 | Klapanunggal | Lurah II |
3 | TAWEN | 1876-1886 | Peguyangan | Lurah III |
No | Nama | Masa Jabatan | Alamat | Keterangan |
4 | WANTI | 1886-1888 | Klapanunggal | Lurah IV |
5 | TAWEN | 1888-1898 | Peguyangan | Lurah V |
6 | SINGA WIRYA | 1898-1928 | Klapanunggal | Lurah VI |
7 | RAMDI | 1928-1931 | Peguyangan | Wakil I |
8 | RAMINAH | 1931-1933 | Klapanunggal | Lurah VII |
9 | SARPIN | 1933-1934 | Klapanunggal | Wakil II |
10 | SAMPI | 1934-1945 | Peguyangan | Lurah VIII |
11 | SUKARYO | 1945-1947 | Peguyangan | Lurah IX (PAKU WASI KE WONOSOBO) |
12 | SUKIM | 1947-1948 | Peguyangan | Lurah X (RIKOMBA) |
13 | SUKADAR | 1948-1949 | Peguyangan | Lurah XI (RIKOMBA) |
14 | SUKARYO | 1950-1952 | Peguyangan | Lurah Lajutan dari ke IX |
15 | SUMARTO | 1952-1956 | Peguyangan | Lurah XII |
16 | DARMA | 1956-1957 | Peguyangan | Wakil III |
17 | TARBU SISWANTO | 1957-1987 | Peguyangan | Lurah XIV |
18 | TULUS ABADI | 1987-1988 | Peguyangan | Wakil IV |
19 | KASMURI | 1988-1994 | Peguyangan | Lurah XV |
20 | ABDUL PATAH,BA | 1994-1995 | Peguyangan | YMT |
21 | SUHADI | 1995-2003 | Klapanunggal | Kepala Desa |
22 | PARTONO | 2003-2013 | Klapanunggal | Kepala Desa |
23 | SUHARSO | 2013-sekarang | Peguyangan | Kepala Desa |